Ekspansi Kapitalisme Hingga ke Ruang Produksi Sagu[1]
Tulisan ini hasil dari diskusi
panjang pengamatan mendes atas perubahan pola produksi sagu di kepualuan maluku
sanana yang semulanya secara manual di kelolah, kini telah berganti mengunakan
tanaga mesin untuk memproduksi sagu. Perubahan produksi sagu mengunakan mesin
adalah salah satu sikap para petani sagu di sanana untuk memperbanyak produksi
sagu dalam waktu yang cukup singkat dan cepat. Perubahan cara produksi bukan
hanya berpengaruh pada produktifitas sagu, namun Panagpon sebagai tempat
terbangunnya relasi dan komunikasi warga saat melintasi hutan, kini hanya
sebagai pabrik pembuatan sagu semata. Cengkraman panjang antara masyarakat
pelintas hutan, hingga pada makan bersama tidak lagi dirasakan. Sagu sebagai
pangan lokal kini hanya dinilai sebagai, pangan yang diproduksi untuk memenuhi
kebutuhan konsumen atau alternatif. Akhirnya sagu hanya sebagai kebutuhan
pangan lokal, awalnya dipandang sebagai perekat identitas dan hubungan kekerabatan
yang cukup kuat sesama orang kepualuan maluku dimana pun berada, namun
kekerabat yang diceritakan orang di wilayah lain kepulauan maluku, tidak lagi
berlaku ditempat produksi sagu atau Panagpon. Panagpon kini hanya sebuah ruang
relasi yang dibatasi oleh waktu kerja, nilai produksi dan kecepatan. Kapitalisme
terus merambah menemukan ruang baru mempercepat perkembangan akumulasi, untuk
memastikan perkembangannya, seperangkat regulasi hukum harus diadakan sebagai
penjamin, hak kepemilikan pribadi, kontrak dan keterjaminan nila uang, hal ini
ada pada Negara-negara yang memiliki kekuatan polisional dan monopoli yang bisa
menyediakannya. Sementara itu proses-proses jejaring dari akumulasi keuntungan
terus dikembangkan dengan manfaatkan hubungan kekerabatan, diaspora, etinis, ikatan
kegamaan dan kode linguisti. Perluasan jejaring akumulasi ini dinilai tidak
terdeteksi pada kebijakan Negara terselip dan hilang dari perbincangan, tapi
sejatinya pengembangan akumulasi capital membutuhkan peran Negara atas
keberadaan regulasi dan hukum yang menjaminkan kerangka kerjanya.
Ekspansi Kapitalisme Hingga ke Ruang Produksi Sagu[1]
Tulisan ini hasil dari diskusi
panjang pengamatan mendes atas perubahan pola produksi sagu di kepualuan maluku
sanana yang semulanya secara manual di kelolah, kini telah berganti mengunakan
tanaga mesin untuk memproduksi sagu. Perubahan produksi sagu mengunakan mesin
adalah salah satu sikap para petani sagu di sanana untuk memperbanyak produksi
sagu dalam waktu yang cukup singkat dan cepat. Perubahan cara produksi bukan
hanya berpengaruh pada produktifitas sagu, namun Panagpon sebagai tempat
terbangunnya relasi dan komunikasi warga saat melintasi hutan, kini hanya
sebagai pabrik pembuatan sagu semata. Cengkraman panjang antara masyarakat
pelintas hutan, hingga pada makan bersama tidak lagi dirasakan. Sagu sebagai
pangan lokal kini hanya dinilai sebagai, pangan yang diproduksi untuk memenuhi
kebutuhan konsumen atau alternatif. Akhirnya sagu hanya sebagai kebutuhan
pangan lokal, awalnya dipandang sebagai perekat identitas dan hubungan kekerabatan
yang cukup kuat sesama orang kepualuan maluku dimana pun berada, namun
kekerabat yang diceritakan orang di wilayah lain kepulauan maluku, tidak lagi
berlaku ditempat produksi sagu atau Panagpon. Panagpon kini hanya sebuah ruang
relasi yang dibatasi oleh waktu kerja, nilai produksi dan kecepatan. Kapitalisme
terus merambah menemukan ruang baru mempercepat perkembangan akumulasi, untuk
memastikan perkembangannya, seperangkat regulasi hukum harus diadakan sebagai
penjamin, hak kepemilikan pribadi, kontrak dan keterjaminan nila uang, hal ini
ada pada Negara-negara yang memiliki kekuatan polisional dan monopoli yang bisa
menyediakannya. Sementara itu proses-proses jejaring dari akumulasi keuntungan
terus dikembangkan dengan manfaatkan hubungan kekerabatan, diaspora, etinis, ikatan
kegamaan dan kode linguisti. Perluasan jejaring akumulasi ini dinilai tidak
terdeteksi pada kebijakan Negara terselip dan hilang dari perbincangan, tapi
sejatinya pengembangan akumulasi capital membutuhkan peran Negara atas
keberadaan regulasi dan hukum yang menjaminkan kerangka kerjanya.
[1]
Tulisan ini diawali oleh diskusi bersama Mendes saat membicarakan kondisi
kampung halaman, terutama di Panagpon, Panagpon adalah tempat orang memproduksi
sagu. Secara harafiah Panagpon berasal dari bahasa Sula (sanana), yang berarti Panag=memkul/menempah. Pon= tempat atau tempat memukul Sagu.
[1]
Tulisan ini diawali oleh diskusi bersama Mendes saat membicarakan kondisi
kampung halaman, terutama di Panagpon, Panagpon adalah tempat orang memproduksi
sagu. Secara harafiah Panagpon berasal dari bahasa Sula (sanana), yang berarti Panag=memkul/menempah. Pon= tempat atau tempat memukul Sagu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar