Selasa, 11 Juni 2013

Kapitalisme


Ekspansi Kapitalisme Hingga ke Ruang Produksi Sagu[1]

Tulisan ini hasil dari diskusi panjang pengamatan mendes atas perubahan pola produksi sagu di kepualuan maluku sanana yang semulanya secara manual di kelolah, kini telah berganti mengunakan tanaga mesin untuk memproduksi sagu. Perubahan produksi sagu mengunakan mesin adalah salah satu sikap para petani sagu di sanana untuk memperbanyak produksi sagu dalam waktu yang cukup singkat dan cepat. Perubahan cara produksi bukan hanya berpengaruh pada produktifitas sagu, namun Panagpon sebagai tempat terbangunnya relasi dan komunikasi warga saat melintasi hutan, kini hanya sebagai pabrik pembuatan sagu semata. Cengkraman panjang antara masyarakat pelintas hutan, hingga pada makan bersama tidak lagi dirasakan. Sagu sebagai pangan lokal kini hanya dinilai sebagai, pangan yang diproduksi untuk memenuhi kebutuhan konsumen atau alternatif. Akhirnya sagu hanya sebagai kebutuhan pangan lokal, awalnya dipandang sebagai perekat identitas dan hubungan kekerabatan yang cukup kuat sesama orang kepualuan maluku dimana pun berada, namun kekerabat yang diceritakan orang di wilayah lain kepulauan maluku, tidak lagi berlaku ditempat produksi sagu atau Panagpon. Panagpon kini hanya sebuah ruang relasi yang dibatasi oleh waktu kerja, nilai produksi dan kecepatan. Kapitalisme terus merambah menemukan ruang baru mempercepat perkembangan akumulasi, untuk memastikan perkembangannya, seperangkat regulasi hukum harus diadakan sebagai penjamin, hak kepemilikan pribadi, kontrak dan keterjaminan nila uang, hal ini ada pada Negara-negara yang memiliki kekuatan polisional dan monopoli yang bisa menyediakannya. Sementara itu proses-proses jejaring dari akumulasi keuntungan terus dikembangkan dengan manfaatkan hubungan kekerabatan, diaspora, etinis, ikatan kegamaan dan kode linguisti. Perluasan jejaring akumulasi ini dinilai tidak terdeteksi pada kebijakan Negara terselip dan hilang dari perbincangan, tapi sejatinya pengembangan akumulasi capital membutuhkan peran Negara atas keberadaan regulasi dan hukum yang menjaminkan kerangka kerjanya.





 
Ekspansi Kapitalisme Hingga ke Ruang Produksi Sagu[1]
Tulisan ini hasil dari diskusi panjang pengamatan mendes atas perubahan pola produksi sagu di kepualuan maluku sanana yang semulanya secara manual di kelolah, kini telah berganti mengunakan tanaga mesin untuk memproduksi sagu. Perubahan produksi sagu mengunakan mesin adalah salah satu sikap para petani sagu di sanana untuk memperbanyak produksi sagu dalam waktu yang cukup singkat dan cepat. Perubahan cara produksi bukan hanya berpengaruh pada produktifitas sagu, namun Panagpon sebagai tempat terbangunnya relasi dan komunikasi warga saat melintasi hutan, kini hanya sebagai pabrik pembuatan sagu semata. Cengkraman panjang antara masyarakat pelintas hutan, hingga pada makan bersama tidak lagi dirasakan. Sagu sebagai pangan lokal kini hanya dinilai sebagai, pangan yang diproduksi untuk memenuhi kebutuhan konsumen atau alternatif. Akhirnya sagu hanya sebagai kebutuhan pangan lokal, awalnya dipandang sebagai perekat identitas dan hubungan kekerabatan yang cukup kuat sesama orang kepualuan maluku dimana pun berada, namun kekerabat yang diceritakan orang di wilayah lain kepulauan maluku, tidak lagi berlaku ditempat produksi sagu atau Panagpon. Panagpon kini hanya sebuah ruang relasi yang dibatasi oleh waktu kerja, nilai produksi dan kecepatan. Kapitalisme terus merambah menemukan ruang baru mempercepat perkembangan akumulasi, untuk memastikan perkembangannya, seperangkat regulasi hukum harus diadakan sebagai penjamin, hak kepemilikan pribadi, kontrak dan keterjaminan nila uang, hal ini ada pada Negara-negara yang memiliki kekuatan polisional dan monopoli yang bisa menyediakannya. Sementara itu proses-proses jejaring dari akumulasi keuntungan terus dikembangkan dengan manfaatkan hubungan kekerabatan, diaspora, etinis, ikatan kegamaan dan kode linguisti. Perluasan jejaring akumulasi ini dinilai tidak terdeteksi pada kebijakan Negara terselip dan hilang dari perbincangan, tapi sejatinya pengembangan akumulasi capital membutuhkan peran Negara atas keberadaan regulasi dan hukum yang menjaminkan kerangka kerjanya.









 


[1] Tulisan ini diawali oleh diskusi bersama Mendes saat membicarakan kondisi kampung halaman, terutama di Panagpon, Panagpon adalah tempat orang memproduksi sagu. Secara harafiah Panagpon berasal dari bahasa Sula (sanana), yang berarti Panag=memkul/menempah. Pon= tempat atau tempat memukul Sagu.



 


[1] Tulisan ini diawali oleh diskusi bersama Mendes saat membicarakan kondisi kampung halaman, terutama di Panagpon, Panagpon adalah tempat orang memproduksi sagu. Secara harafiah Panagpon berasal dari bahasa Sula (sanana), yang berarti Panag=memkul/menempah. Pon= tempat atau tempat memukul Sagu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar